Ikhtisar
Doing Business di Indonesia 2012 merupakan laporan kedua di tingkat daerah dari seri Doing Business di Indonesia. Di tahun 2010, indikator-indikator kuantitatif terhadap kebijakan usaha dianalisa di 14 kota: Balikpapan, Banda Aceh, Bandung, Denpasar, Jakarta, Makassar, Manado, Palangka Raya, Palembang, Pekanbaru, Semarang, Surabaya, Surakarta, dan Yogyakarta. Tahun ini, Doing Business di Indonesia 2012 merekam peningkatan di 14 kota yang sebelumnya diukur dan memperluas analisa ke 6 kota baru di seluruh Indonesia: Batam, Gorontalo, Jambi, Mataram, Medan, dan Pontianak.
Temuan-temuan Utama:
- Selama dua tahun terakhir, kesemua 14 kota yang diukur untuk kedua kalinya menghasilkan 22 reformasi bisnis untuk menjadikan pendirian dan pengoperasiaan usaha menjadi lebih mudah. Rata-rata waktu untuk mendirikan usaha dan mengurus izin-izin mendirikan bangunan telah dikurangi sebanyak lebih dari 25% sejak 2010.
- Tidak ada satu kota pun yang mengungguli kota lainnya di semua indikator. Mendirikan usaha di Yogyakarta adalah yang termudah, mengurus izin-izin mendirikan bangunan termudah dilakukan di Balikpapan, sementara pendaftaran properti di Bandung dan Jakarta. Di Manado, mendirikan usaha yang tersulit dan mendaftarkan properti di Batam. Mengurus izin-izin mendirikan bangunan yang tersulit di Jakarta, sementara tidak ada izin mendirikan bangunan untuk bangunan gudang komersil dikeluarkan di Gorontalo sejak 2008.
- Mendirikan usaha yang paling mudah di Yogyakarta dimana diperlukan 29 hari dan biaya 18,5% dari pendapatan per kapita untuk menjalankan 8 persyaratan. Sementara paling sulit di Manado dimana diperlukan 11 prosedur yang memakan waktu 34 hari dan biaya 30,8%.
- Mengurus izin-izin mendirikan bangunan yang paling mudah di Balikpapan dimana diperlukan 52 hari, namun lebih sulit di Jakarta dimana dibutuhkan waktu 158 hari. Persyaratan-persyaratan daerah tetap menjadi sebab dari adanya perbedaan dari jumlah prosedur yang diperlukan dalam mengurus izin-izin mendirikan bangunan.
- Lebih mudah untuk mendaftarkan properti di Bandung dan Jakarta, dan lebih sulit di Batam – perbedaan utama terdapat pada kinerja perwakilan institusi pusat di daerah.
Laporan ini didukung oleh Kementerian Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi dan dibuat melalui kerjasama dengan Komite Pemantauan Pelaksanaan Aparatur Negara (KPPOD), dan mendapatkan bantuan dari Pemerintah Australia, Pemerintah Finlandia, Pemerintah Kerajaan Belanda, Pemerintah Selandia Baru, Pemerintah Swiss, dan IFC Indonesia Advisory Services.